Thaharah - Fikih Kelas VII Bab 1

Thaharah

A. Pengertian Thaharah

Thaharah berasal dari kata bahasa Arab yang berarti bersih atau bersuci. Sedangkan menurut istilah ialah suatu kegiatan bersuci dari najis dan hadas sehingga seseorang diperbolehkan untuk beribadah yang dituntut harus dalam keadaan suci. Kegiatan bersuci dari najis itu meliputi menyucikan badan, pakaian, tempat dan lingkungan yang menjadi tempat segala aktivitas kita. Sedangkan bersuci dari hadas dapat dilakukan dengan berwudhu, bertayamum, dan mandi.

Dalil-dalil yang menganjurkan supaya kita untuk bersuci antara lain:

وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ (٤) وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ (٥)

"Dan pakaianmu bersihkanlah dan tinggalkanlah perbuatan dosa." (Q.S. Al-Muddatsir : 4-5)

إِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ (٢٢٢)...

"...Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri." (Q.S. Al-Baqarah : 222)

الطَّهُوْرُ شَطْرُ الإِيْمَانِ

"Kebersihan itu sebagian dari iman" (HR. Muslim dari Abu Said Al-Khudri.)

Seorang muslim yang akan mengerjakan shalat wajib bersuci terlebih dahulu dari hadas dan najis. Karena bersuci merupakan syarat sah untuk melaksanakan shalat. Rasulullah Saw. bersabda: 

عَنْ أَبِيْ بَكْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَقْبَلُ اللّٰهُ صَلَاةً بِغَيْرِ طُهُوْرٍ وَلَا صَدَقَةً مِنْ غُلُوْلٍ

"Allah tak akan menerima shalat tanpa bersuci dan tak menerima shadaqah dari harta curian." (HR. Ibnu Majah).

B. Pengertian Najis dan Hadas

Najis berasal dari bahasa Arab yang artinya kotoran, dan menurut istilah adalah suatu benda yang kotor yang mencegah sahnya mengerjakan suatu ibadah yang dituntut harus dalam keadaan suci.

Sedangkan kata hadas berasal dari bahasa Arab yang artinya suatu peristiwa, sesuatu yang terjadi, sesuatu yang tidak berlaku. Sedangkan dalam istilah adalah keadaan tidak suci bagi seseorang sehingga menjadikannya tidak sah dalam melakukan ibadah.

Macam-Macam Najis dan Tata Cara Taharahnya:

Dalam hukum Islam, ada tiga macam najis, yaitu najis mukhaffafah, najis mutawassithah, dan najis mughalazhah.

a. Najis Mukhaffafah

Adalah najis yang ringan, seperti air seni bayi laki-laki yang belum berumur dua tahun dan belum makan apapun kecuali air susu ibu (ASI). Cara menyucikannya sangat mudah, cukup dengan memercikkan atau mengusapkan air yang suci pada permukaan yang terkena najis.

 يَغْسِلُ مِنْ بَوْلِ الْجَارِيَةِ وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلَامِ (رواه أبو داود والنسائ)

"Dibasuh karena kencing anak perempuan dan dipercikkan karena air kencing anak laki-laki." (HR. Abu Daud dan An-Nasai).

 b. Najis Mutawassithah

Adalah najis pertengahan atau sedang. Yang termasuk najis ini ialah:

• Bangkai binatang darat yang berdarah sewaktu hidupnya

• Darah

• Nanah

• Muntah

• Kotoran manusia dan binatang

• Arak (khamr)

Najis jenis ini ada dua macam, yaitu najis hukmiyah dan najis ‘ainiyah.

• Najis Hukmiyah adalah najis yang diyakini adanya tetapi tidak nyata wujudnya (zatnya), bau dan rasanya seperti air kencing yang sudah kering yang terdapat pada pakaian atau lainnya. Cara menyucikannya adalah cukup dengan mengalirkan air pada benda yang terkena najis. Jika seandainya bekas najis yang sudah dicuci sampai berulang-ulang masih juga tidak dapat dihilangkan semuanya, maka yang demikian itu dapat dimaafkan.

• Sedangkan Najis ‘Ainiyah adalah najis yang tampak wujudnya (zat-nya) dan bisa diketahui melalui bau maupun rasanya. Cara menyucikannya adalah menghilangkan najis ‘Ainiyah-nya dengan cara membuang dan menggosoknya sampai bersih dan diyakini sudah hilang zat, rasa, warna, dan baunya dengan menggunakan air yang suci.

C. Najis Mughalazhah

Adalah najis yang berat. Najis ini bersumber dari anjing dan babi. Cara menyucikannya melalui  beberapa tahap, yaitu dengan membasuh air sebanyak tujuh kali, salah satu di antaranya menggunakan air yang dicampur dengan tanah. Nabi Muhammad Saw bersabda:

طَهُوْرُ إِنَاءٍ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيْهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلْهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ٫ أَوَّلَهُنَّ بِالتُّرَابِ

Sucinya tempat dan peralatan salah seseorang kamu, apabila dijilat anjing hendaklah dicuci tujuh kali, permulanya dari tujuh kali itu harus dengan tanah atau debu. (HR. Muslim dari Abu Hurairah.)

Macam-Macam Hadas dan Cara Bersuci

Hadas ada dua macam, yaitu hadas kecil dan hadas besar.

a. Hadas Kecil

Yaitu keadaan seseorang tidak suci, dan supaya ia menjadi suci maka ia harus berwudhu, dan apabila tidak ada air maka diganti dengan tayamum. Hal-hal yang menyebabkan seseorang berhadas kecil ialah:

• Karena keluar sesuatu dari dua lubang, yaitu qubul dan dubur.

• Karena hilang akalnya, yang disebabkan mabuk, gila atau sebab lainnya seperti tidur.

• Persentuhan antara kulit laki-laki dengan perempuan yang bukan mahramnya tanpa ada batas yang menghalanginya.

• Karena menyentuh kemaluan, baik kemaluan sendiri ataupun kemaluan orang lain dengan telapak tangan atau jari.

b. Hadas Besar

Yaitu keadaan seseorang tidak suci, dan supaya ia menjadi suci maka ia harus mandi besar. Dan apabila tidak ada air maka boleh diganti tayamum. Hal-hal yang menyebabkan seseorang berhadas besar ialah:

• Karena bertemunya dua kelamin laki-laki dengan perempuan (jima’ atau bersetubuh), baik keluar mani ataupun tidak.

• Karena keluar air mani, baik karena bermimpi atau sebab lain.

• Karena haid, yaitu darah yang keluar dari perempuan sehat yang telah dewasa pada setiap bulannya.

• Karena nifas, yaitu darah yang keluar dari seorang ibu sehabis melahirkan.

• Karena wiladah, yaitu darah yang keluar ketika melahirkan.

• Karena meninggal dunia, kecuali yang meninggal dunia dalam perang membela agama Allah, maka dia tidak dimandikan.

C. Alat-Alat Bersuci dan Macam-Macam Air

Alat-alat yang dipergunakan dalam bersuci terdiri dari dua macam yaitu air dan bukan air seperti debu, batu, tisu, dan daun.

Ditinjau dari segi hukumnya, air terbagi menjadi lima macam:

a. Air Mutlak atau Thahir Muthahir (suci mensucikan)

Yaitu air yang masih asli belum tercampur dengan sesuatu benda lain dan tidak terkena najis. Air mutlak ini hukumnya suci dan dapat menyucikan. Air yang termasuk air mutlak ini terdiri dari tujuh yaitu air hujan, air laut, air sungai, air sumur, air salju (es), air embun, dan air dari mata air.

b. Air Makruh (Air Musyammas)

Yaitu air yang dipanaskan pada terik matahari dalam logam yang dibuat dari besi, baja, tembaga, alumunium yang masing-masing benda logam itu berkarat. Air musyammas seperti ini hukumnya makruh, karena dikhawatirkan menimbulkan suatu penyakit. Adapun air dalam logam yang tidak berkarat dan dipanaskan pada terik matahari tidak termasuk air musyammas. Demikian juga air yang tidak ditempatkan tidak pada logam dan terkena panas matahari atau air yang dipanaskan bukan pada terik matahari misalnya direbus juga tidak termasuk air musyammas.

c. Air Thahir Ghairu Muthahir (Suci Tidak Menyucikan)

Air ini hukumnya suci tetapi tidak dapat untuk menyucikan. Ada dua macam air yang termasuk jenis ini, yaitu:

- Air suci yang dicampur dengan benda suci lainnya sehingga air itu tidak berubah salah satu sifatnya (warna, bau, atau rasa). Contohnya air kopi, air teh, dan sebagainya.

- Air buah-buahan atau air yang ada di dalam pohon, misalnya pohon bambu, pohon pisang dan sebagainya.

d. Air Musta’mal

Yaitu air suci sedikit yang kurang dari dua kulla dan sudah dipergunakan untuk bersuci walaupun tidak berubah sifatnya, atau air suci yang cukup dua kulla yang sudah dipergunakan untuk bersuci dan telah berubah sifatnya.

e. Air Mutanajjis (Air Bernajis)

Yaitu air yang tadinya suci kurang dua kulla tetapi kena najis dan telah berubah salah satu sifatnya (bau, rasa, atau warnanya). Air seperti ini hukumnya najis, tidak boleh diminum, tidak sah dipergunakan untuk ibadah seperti wudhu, tayamum, mandi, atau menyucikan benda yang terkena najis. Tetapi apabila air dua kulla atau lebih terkena najis, namun tidak mengubah salah satu sifatnya, maka hukumnya suci dan menyucikan.

Bersuci dari Kotoran (Istinja’)

Istinja’ menurut bahasa terlepas atau selamat. Sedangkan istinja’ menurut istilah adalah bersuci sesudah buang air besar atau buang air kecil. Beristinja dengan air, dan apabila tidak ada air, maka boleh dengan benda padat seperti batu, daun, kayu, kertas, dan sebagainya.

a. Syarat-Syarat Istinja dengan batu atau benda kasat atau keras:

• Batu atau benda itu kasat/keras.

• Batu atau benda itu tidak dihormati, seperti bahan makanan atau batu masjid.

• Diusap sekurang-kurangnya tiga kali sampai bersih.

• Najis yang dibersihkan belum sampai kering.

• Najis itu tidak pindah dari tempat keluarnya.

• Najis itu tidak bercampur dengan benda lain.

b. Adab Buang Air :

• Mendahulukan kaki kiri pada waktu masuk WC.

• Pada waktu masuk WC membaca doa:

بِسْمِ اللّٰهِ اللّٰهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْحُبُثِ وَالخَبَائِثِ

• Mendahulukan kaki kanan waktu keluar WC.

• Pada waktu keluar WC membaca doa :

غُفْْرَانَكَ الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَذْهَبَ عَنِّى الْأَذَى وَعَافَنِيْ

• Pada waktu buang air hendaknya memakai alas kaki.

• Istinja hendaknya menggunakan tangan kiri.

c. Hal-Hal Yang dilarang Sewaktu Buang Air:

• Buang air di tempat terbuka.

• Buang air di air yang tenang.

• Buang air di tempat yang mengganggu orang lain.

• Buang air di pohon yang sedang berbuah.

• Bercakap-cakap sewaktu buang air kecuali terpaksa.

• Menghadap kiblat atau membelakanginya.

• Membaca ayat Al-Quran

D. Tata Cara Bersuci

Ada beberapa cara bersuci dari hadas:

1. Wudhu

a. Niat. Yaitu berniat di dalam hatinya untuk berwudhu menghilangkan hadas. Dianjurkan melafalkan niat untuk menuntun niat dalam hati, yaitu dengan membaca:

نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْاَصْغَرِ فَرْضًا لِّلّٰهِ تَعَالٰى

Tasmiyah (membaca Basmallah). Disyariatkan ketika seseorang hendak berwudhu untuk membaca basmalah.

b. Membasuh kedua telapak tangan. Disyariatkan untuk menyela-nyela jari jemari tangan dan kaki ketika berwudhu.

c. Madmadah (berkumur-kumur), Istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung dengan menghirupnya) dan istinsyar (mengeluarkan air dari hidung). Berkumur-kumur dan istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung) dengan tangan kanan kemudian istintsar (mengeluarkan air dari hidung) dengan tangan kiri.

d. Membasuh wajah. Membasuh wajah adalah mulai dari tempat tumbuhnya rambut kepala menuju ke bagian bawah kumis dan jenggot sampai pangkal kedua telinga, hingga mengenai persendian yaitu bagian wajah yang terletak antara jengot dan telinga.

e. Membasuh kedua tangan sampai ke siku. Bagi seseorang yang tidak sempurna tangannya misalnya tangannya terpotong dari atas siku, maka dia tetap wajib membasuh sisa tangan yang tersisa, yaitu jika tangannya terpotong dari bawah siku. Dan tidak ada kewajiban untuk membasuhnya jika sudah tidak ada lagi bagian yang dibasuh.

f. Mengusap sebagian kepala. Bisa ubun-ubun atau yang lain. Ini yang wajib. Disunnahkan membasuh seluruh kepala. Caranya yaitu mengusap kepala dengan kedua tangan dari depan menuju ke belakang sampai ke tengkuk kemudian mengembalikannya ke tempat awal.

g. Membasuh telinga. Caranya memasukkan jari telunjuk ke dalam telinga dan ibu jari di belakang daun telinga (bagian luar) dan digerakkan dari bawah daun telinga sampai ke atas.

h. At-Tartib. Membasuh anggota wudhu satu demi satu dengan urutan yang sebagaimana Allah dan rasul-Nya perintahkan.

i. Al Muwalaat (berkesinambungan dalam berwudhu sampai selesai tidak terhenti atau terputus). Yaitu seseorang melakukan gerakan-gerakan wudu secara berkesinambungan, usai dari satu gerakkan wudu langsung diikuti dengan gerakan wudhu berikutnya sebelum kering bagian tubuh yang baru saja dibasuh.

Membaca doa sesudah berwudhu:

اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللّٰهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنَ التَّوَّابِيٍْنَ وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ وَاجْعَلْنِيْ مِنْ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ

2. Mandi

Adapun Tata Cara Mandi Wajib sebagai berikut:

• Mandi wajib dimulai dengan membersihkan kemaluannya, dan kotoran yang ada di sekitarnya.

• Mengucapkan bismillah, dan berniat untuk menghilangkan hadas besar

 نَوَيْتُ الْغَسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ فَرْضًا لِلّٰهِ تَعَالَى

• Dimulai dengan membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan tangan, masing-masing tiga kali dan cara membasuhnya dengan mengguyur kedua telapak tangan itu dengan air yang diambil dengan gayung. Bukan dengan mencelupkan kedua telapak tangan itu ke bak air.

• Setelah itu berwudhu ‘sebagaimana cara berwudhu’ untuk salat.

• Kemudian mengguyurkan air di mulai dari pundak kanan terus ke kepala dan seluruh tubuh dan menyilang-nyilangkan air dengan jari tangan ke sela-sela rambut kepala dan rambut jenggot dan kumis serta rambut mana saja di tubuh kita sehingga air itu rata mengenai seluruh tubuh.

• Kemudian bila diyakini bahwa air telah mengenai seluruh tubuh, Karena itu siraman air itu harus pula dibantu dengan jari jemari tangan yang mengantarkan air itu ke bagian tubuh yang paling tersembunyi sekalipun tetapi menyela pangkal rambut hanya khusus bagi laki-laki. Bagi perempuan, cukup dengan mengguyurkan pada kepalanya tiga kali guyuran, dan menggosoknya, tapi jangan mengurai membuka rambutnya yang dikepang.

• Membasuh (menggosok) badan dengan tangan sampai 3 kali, mendahulukan yang kanan dari pada yang kiri, serta muwalat, yaitu sambung-menyambung dalam membasuh anggota badan.

3. Tayamum

• Membaca basmalah dan berniat

نَوَيْتُ التَّيَمُّمَ لِإِسْتِجَابَحَةِ الصَّلَاةِ فَرْضًا لِلّٰهِ تَعَالَى

• Memukulkan atau menepuk kedua telapak tangan ke permukaan tanah dengan sekali tepukan.

• Meniup kedua telapak tangan sebelum membasuhkannya ke anggota tayammum.

• Mengusap wajah dan kedua tangan hingga pergelangan.

• Tertib dalam tayammum, yaitu dimulai dengan mengusap wajah lalu kedua tangan.

• Dikerjakan secara beriringan (al-muwalāh).

4. Istinja'

• Membasuh atau membersihkan tempat keluar kotoran air besar atau air kecil dengan air sampai bersih.

• Membasuh dan membersihkan tempat keluar kotoran air besar atau air kecil dengan batu atau dengan benda kasat lainnya sampai bersih sekurang-kurangnya tiga kali.

• Najis yang berupa benda yang bisa dipegang, jatuh di atas benda yang padat, seperti bangkai tikus yang jatuh mengenai mentega yang padat. Maka untuk membersihkannya cukup dengan mengambil tikus tersebut dan mentega yang berada di sekitarnya.

• Benda yang padat atau keras, seperti pisau atau pedang, terkena najis, maka cukup diusap sampai bersih untuk mensucikannya. Adapun benda yang terdapat bekas minum anjing, harus dicuci sebanyak tujuh kali dan salah satunya dengan debu.

E. Fungsi Thaharah dalam Kehidupan

Allah Swt. telah menjadikan taharah (kebersihan) sebagai cabang dari keimanan. Oleh karena itu, Islam mengajarkan kepada umatnya untuk senantaiasa hidup bersih, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan masyarakat. Adapun yang perlu kita perhatikan dalam menjaga kebersihan adalah kebersihan lingkungan tempat tinggal, lingkungan madrasah, tempat ibadah, dan tempat umum.

1. Menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal.

Kebersihan tidak hanya terbatas pada jasmani dan rohani saja, tetapi juga kebersihan mempunyai ruang lingkup yang luas. Di antaranya adalah kebersihan lingkungan tempat tinggal kita bersama-sama ayah, ibu, kakak, adik, dan sebagainya. Oleh karena itu, agar kita sehat dan betah tinggal di rumah, maka kebersihan, kerapian, dan keindahan rumah harus dijaga dengan baik. Dengan demikian, kebersihan lingkungan tempat tinggal yang bersih, rapi, dan nyaman menggambarkan ciri pola hidup orang yang beriman kepada Allah Swt.

2. Menjaga kebersihan Kelas dan lingkungan madrasah.

Madrasah adalah tempat kita menuntut ilmu, belajar, sekaligus tempat bermain pada waktu istirahat. Madrasah yang bersih, rapi, dan nyaman sangat mempengaruhi ketenangan dan kegairahan belajar. Oleh karena itu, siswa-siswi hendaknya menjaga kebersihan kelas, seperti dinding, lantai, meja, kursi, dan hiasan yang ada. Demikian juga tentang kebersihan lingkungan madrasah, karena kelancaran dan keberhasilan pembelajaran ditunjang oleh kebersihan lingkungan madrasah, kenayamaan di dalam kelas, tata ruang yang sesuai, keindahan taman madrasah, serta para pendidik yang disiplin. Oleh karena itu, kita semua harus menjaga kebersihan, baik di rumah maupun di madrasah, agar kita betah serta terhindar dari berbagai penyakit.

3. Menjaga kebersihan lingkungan tempat ibadah.

Kita mengetahui bahwa tempat ibadah – masjid, mushalla, atau langgar – adalah tempat yang suci. Oleh karena itu, Islam mengajarkan untuk merawatnya supaya orang yang melakukan ibadah mendapatkan ketenangan, dan tidak terganggu dengan pemandangan yang kotor atau bau di sekelilingnya. Umat Islam akan mendapatkan kekhusyukan dalam beribadah kalau tempatnya terawat dengan baik, dan orang yang merawatnya akan mendapatkan pahala di sisi Allah.

Sumber:

Kemenag RI. Buku Siswa Fikih Kelas VII Kurikulum 2013. 2014. Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia.

Materi berikutnya:

→ Shalat Lima Waktu - Fikih Kelas VII Bab 2


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Adam A.S. - Tujuan (Diciptakannya) dan Sejarahnya